Sadranan salah satu budaya yang mengalami akulturasi yakni tradisi sadranan. Sadranan, sebagian orang menyebutnya sebagai ruwahan, dilakukan oleh masyarakat Jawa pada bulan Sya’ban atau menjelang Ramadhan.

Pada bulan ini kebanyakan masyarakat berdoa (mengirim doa) kepada pada leluhur yang telah meninggal dunia agar diampuni dosa-dosanya, diterima amal baiknya, dan mendapat tempat yang layak di sisi-Nya.

Ritus ini dipahami oleh masyarakat Jawa sebagai bentuk pelestarian warisan tradisi dan budaya para nenek moyang seperti tradisi sadranan yang dilaksakan masyarakat Desa Sirkandi Kecamatan Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara Kamis Pahing 1 April 2021 di komplek makam Si Duda yang di hadiri Sekretaris Disparbud Kab. Banjarnegara (Drs. Adi Cahyono PS. M.Si) , Kepala Bidang Kebudayaan (Nurvavik Krismiarto, SE) dan sejumlah pejabat struktural Bidang Kebudayaan dan Bidang Pemasaran. Kepala Desa Sirkandi Giri Sarono dan ratusan masyarakat.
Ritus semacam ini dari jaman ke jaman tetap bertahan meski jaman menjadi modern dan ilmiah.

Sekretaris Disparbud Drs Adi Cahyono PS, M.Si dalam sambutanya menyampaikan bahwa sadranan merupakan tradisi turun temurun mendoakan arwah leluhurnya untuk dimaafkan segala dosa dan dumuliakan disisi Alloh SWT. adapaun wujud makanan yang dibawa adalah sebagI pelengkap dan merupakan rasa syukur juga sebagai bentuk kepedulian saling berbagi makanan.
Bapak ibu jangan meremehkan penyakit terkait dengan corona maka kita harus taat pada aturan protokol kesehatan, pakai masker cuci tangan pake sabun, jaga jarak dan menghindari kerumunan. tuturnya.

Kades Sirkandi Bp Giri Sarono menyampaikan budaya sadranan atau Ruwahan merupakan tradisi turun temurun sebagai bentuk
melestarikan budaya religius mengingatkan bahwa kita akan meninggalkan dunia. Tumpengan sebagai pelengkap sedangkan intinya mendoakan pada leluhur yang sudah meninggal agar diampuni dosanya. ujarnya.

Tumpeng (bucu) berbentuk runcing dan lurus keatas menyimbulkan bahwa kita harus nyawiji manunggal antara hati dan pikiran untuk selalu mengingat kepada sang pencipta, tumpeng memililiki makna tumindake kudu lempeng (tingkah laku harus lurus) krn perbuatan semasa hidup akan dimintai dipertanggungjawan kelak di akherat. imbuhnya. (dien’s-21)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Kategori : budaya, Seputar Banjarnegara
Keyword :


Statistik Pengunjung

  • 1969537Total halaman dikunjungi:
  • 51Halaman dikunjungi hari ini:
  • 334Halaman dikunjungi kemarin:
  • 980992Total Pengunjung:
  • 30Pengunjung hari ini:
  • 155Pengunjung kemarin:
  • 1Pengunjung online:
  • January 1, 2019Statistik terhitung sejak: